Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Bentuk Penerapan Nawa Widha Bhakti dalam Kehidupan - Bahan ajar Agama Hindu kelas XII

Perenungan.
“Satyaý båhad åtam ugra dikûà
tapo brahma yajñaá påthiviý dharayanti,
sà no bhùtasya bhavyasya patni
uruý lokam påthivi naá kånotu.
Terjemahan:
‘Kebenaran/kejujuran yang agung, hukum-hukum alam yang tidak bisa diubah,
pengabdian diri, tapa (pengekangan diri), pengetahuan dan persembahan
(yajna) yang menopang bumi, Bumi senantiasa melindungi kita, semoga di
(bumi) menyediakan ruangan yang luas untuk kita’ (Atharvaveda XII.1.1).


Kesadaran yang dilakukan oleh umat sedharma secara arif dan bijaksana sesuai dengan aturan; keimanan, kebajikan, acara keagamaan dan aturan etika serta moralitas yang berlaku umum kehadapan Tuhan Yang Maha Esa “Sewaka Dharma” ini sangat dibutuhkan dewasa ini. Karena perkembangan dan kemajuan zaman “era global” telah merubah paradigma seseorang secara cepat. Sangat berbahaya untuk perkembangan moral umat, apabila yang bersangkutan belum mempersiapkan dirinya secara total untuk menghadapi era. Tidak sedikit yang gagal menghadapinya, hal ini dapat dipadukan dengan perilaku nekat, jahat, dan anarkis dari mereka yang semakin berkembang belakangan ini. Memberikan pujian dan juga penghargaan kepada mereka yang terkontaminasi oleh pengaruh negatif era globalisasi ini sering gagal, karena orang yang kita puji mungkin merasa “rendah” ketika mereka gagal, tidak melakukan seseuai dengan harapan, atau ketika mereka melakukan hal-hal di luar kekuatan mereka. Dalam hal ini, orang yang kita puji cenderung mempertanyakan nilai kualitas diri mereka, oleh karena itu perlu selektif sehingga apa yang dilakukan tepat guna. Bahkan terkadang mereka mungkin mempertanyakan apakah kita akan terus mencintai, mengasihi, menyayangi, bangga, dan sebagainya dengan mereka.
Penting bagi kita untuk memvalidasi dan memuji orang dengan kesadaran Sewaka Dharma sehingga pujian yang dilontarkan atau diucapkan penuh dengan pertimbangan atau wiweka dari olah rasa, olah pikir, olah kata, dan olah laku sehingga Sewaka Dharma itu dapat berkontribusi positif terhadap pembentukan tubuh atau fisik dan rohani masyarakat manusia secara utuh dan menyeluruh. Bentuk-bentuk penerapan ajaran Nawa Widha Bhakti yang bagaimana penting dilaksanakan sehingga Sewaka Dharma dalam proses perjalanannya dapat membantu membentuk karakter atau kepribadian anak bangsa ini menjadi berkualitas, berkepribadian, mawas diri, berbesar hati, membuka diri, dan berbagi, santun, ramah, arif dan bijaksana, toleran, memiliki cinta kasih sayang, harmonis.

Berikut ini dapat dipaparkan bentuk-bentuk penerapan ajaran Nawa Widha Bhakti, sebagai berikut;

1. Mendengarkan sesuatu dengan baik “Srawanam”
Arah gerak vertikal dari bakti adalah umat mau dan mampu mendengar. Dalam hal ini masyarakat hendaknya meyakini dan mendengarkan sabda-sabda suci dari Tuhan baik yang tersurat maupun tersirat dalam kitab suci atau aturanaturan keimanan, aturan kebajikan dan aturan upacara. Tetapi fenomena arah gerak vertikal dari bakti untuk mendengar, yang kita jumpai di tengah-tengah kehidupan dan lingkungan keluarga serta masyarakat tidak sedikit diantara mereka yang tidak mau mendengarkan sabda-sabda suci atau aturan-aturan keimanan, aturan kebajikan dan aturan upacara keberagamaan. 
Dharma wacana
Kenyataan ini diperkuat oleh fakta lapangan, seperti; apabila ada orang yang mewartakan tentang ajaran kebajikan, kebenaran, kesucian, dan lain-lain tentang sabda suci Tuhan justru yang terjadi adalah ketidak pedulian, pelecehan, tanggapan yang muncul menunjukan ketidaktertarikan dengan pewartaan itu. Contoh kecil saja; di sebagian banyak orang tidak mau mendengar atau bahkan mengantuk apabila ada ceramah-ceramah agama baik itu di tempat-tempat suci atau pewartaan melalui media cetak dan eletronik yang lain. Tetapi kalau ada pewartaan/tayangan sinetron tentang gosip, fitnah, kekerasan, diskriminasi, dan yang lainnya justru menjadi sebuah konsumsi bagaikan seorang pecandu. Sedangkan arah gerak horizontal, bakti untuk mendengar ini hendaknya masyarakat dalam hidup dan kehidupannya selalu menanamkan rasa bhakti untuk mau belajar mendengarkan nasehat dan menghormati pendapat orang lain serta belajar untuk menyimak atau mendengarkan pewartaan tentang sesamanya dan lingkungannya. Tetapi fenomena yang sering terjadi tidak sedikit juga masyarakat kita yang tidak peduli dan tidak belajar serta menghormati nasehat dan pendapat orang lain, serta tidak peduli dan tidak mau belajar untuk menyimak berita-berita tentang tragedi kemanusiaan dan kerusakan lingkungan. Padahal dalam hidup ini untuk mewujudkan citacita atau visi-misi hidup hendaknya dimulai dengan adanya kemauan dan kesadaran untuk mendengar.
Pengetahuan, pemahaman dan pendalaman tentang berbagai hal hasil dari mendengar dapat dijadikan konsep dasar untuk menata hidup dan kehidupan di dunia ini yang kemudian ditindaklanjuti dengan berupaya untuk berbuat atau mencari solusi yang terbaik dalam mengambil sebuah tindakan akan kemanusiaan/sesama dan lingkungan. Contoh; di lingkungan keluarga antara anggota keluarga semestinya selalu menanamkan sifat dan rasa bhakti untuk selalu saling mendengar baik antara saudaranya, suami dan istri, antara orang tua dan anak. Mereka hendaknya selalu membangun komunikasi aktif sehingga dapat mengurangi terjadinya miskomunikasi diantara anggota keluarga.
Sifat dan sikap ini akan dapat menumbuhkan karakter ke-Tuhan-an di lingkungan keluarga itu, seperti; sifat, sikap dan karakter saling hormatmenghormati, sujud, cinta kasih sayang, pengabdian, pelayanan, berfikir yang baik dan suci, berkata yang baik dan suci, berbuat yang baik dan suci serta teguh dalam melaksanakan disiplin spiritual. Sifat dan sikap individu seperti itu akan dapat dijadikan sebagai modal sosial untuk menciptakan kesalehan dan keharmonisan sosial antara keluarga, antar sesama anggota masyarakat. Sifat, sikap dan karakter individu yang selalu belajar untuk membuka diri mendengar nasihat, pendapat orang lain atau apa yang diwacanakan orang lain adalah sebuah sifat, sikap dan karakter inklusif yaitu sebuah sifat, sikap dan karakter membuka diri secara tulus ikhlas untuk mau mendengarkan kebenaran dari orang lain, karena dalam diri ada kebenaran tetapi diluar diri juga masih banyak kebenaran yang belum diketahui.
Untuk itu pesan yang ingin disampaikan melalui bhakti dengan jalan mendengar ini adalah dalam hidup ini masyarakat kita agar selalu berupaya membudayakan untuk mendengar, baik mendengar secara vertikal antara manusia dengan Tuhan-nya melalui sabda-sabda sucinya, maupun secara horizontal antar sesamanya dengan lingkungannya. Karena baik mendengar ataupun memberi pendengaran atau pewartaan apabila sama-sama dilandasi dengan rasa bhakti maka semua akan mendapat hasil (pahala) yang baik atau paling tidak dapat manfaat. Iklim saling bhakti mendengar ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat kita yang di awali dengan memulainya dari lingkungan keluarga selanjutnya ditumbuhkembangkan secara harmonis dan dinamis dalam kehidupan sosial masyarakat di lingkungan masyarakat sosial yang lebih luas.
Srawanam, dalam bagian Nawa Wida Bhakti yang pertama ini kalau kita kaji artinya adalah “mendengar”. Dimana maksudnya disini adalah mendengarkan ajaran atau cerita suci kerohanian. Kitab suci veda menjelaskan sebagai berikut;
“Adhyeûyate ca ya imaýdharmyaý saývàdam àvayoá,jñana-yajñena tenàhamiûþah syàm iti me matiá.Terjemahan:
Dan, yang akan mempelajari percakapan suci kami berdua, oleh dialah Aku di
puja dengan yajna pengetahuan, itulah keyakinan-Ku’ Bhagawagita XVIII.70).
Selanjutnya Bhagawadgita XVIII.71 menjelaskan bahwa; mereka yang mempelajari percakapan suci kami berdua, walaupun hanya sekedar mendengar, ia mencapai dunia kebahagiaan. Demikian dinyatakan bahwa jika umat manusia mengaplikasikan srawanam pada kehidupannya saat ini dengan disadari maupun tak disadari mereka akan mencapai dunia kebahagian lahir batin. Kebahagiaan disini artinya dengan hanya mendengarkan tentang cerita dan ajaran suci tentang Tuhan kita akan memperoleh perasaan yang berbeda, entah itu tenang, lega maupun perasaan indah lainnya. Itulah yang dimaksud dengan kebahagiaan melalui “Srawanam.” Contoh penerapannya yang umum sudah ada yang dapat dilihat adalah seperti misalnya, Dharmawacana Keagamaan, Kelas-kelas di asram-asram setelah persembahyangan dan yang lainnya.

2. Bersyukur (mensyukuri atas anugerah-Nya) “Vedanam”
Dalam ajaran ini Vedanam berarti bagaiman cara kita bersyukur terhadap keberadaan diri kita. Maksudnya disini, kita hidup di dunia ini adalah sebagai ciptaan Tuhan yang lahir karena karma yang kita buat terdahulu. Umat Hindu telah meyakini hal tersebut. Jadi bagaimanapun keadaan kita dilahirkan di Bumi ini, kita harus tetap bersyukur dan bhakti kepada-Nya. Kita anggap apa saja yang kita miliki, kita punya, nikmati dll, itu semua adalah atas karunia-Nya. Sehingga jika semua umat menyadari hal ini yaitu ajaran Vedanam, niscaya kehidupannya yang dijalani akan terasa indah dan tanpa beban. Ingat kita terlahir menjadi manusia adalah utama, yang artinya kita bisa memperbaiki dan menyelamatkan diri kita sendiri dari perputaran kelahiran kembali/punarbhawa.


3. Menembangkan, melantumkan, menyanyikan gita/kidung “Kirtanam”
Kirtanam, adalah bhakti dengan jalan melantunkan Gita (nyayian atau kidung suci memuja dan memuji nama suci dan kebesaran Tuhan), bhakti ini juga di arahkan menjadi dua arah gerak vertikal maupun arah gerak horizontal. Arah gerak vertical melakukan bhakti kirtanam untuk menumbuhkan dan membangkitkan nilai-nilai spiritual yang ada dalam jiwa setiap individu manusia, dengan bangkitnya spiritual dalam setiap individu akan dapat meredam melakukan pengendalian diri dengan baik, jiwa lebih tenang, tenteram dan lebih cerah, situasi dan kondisi ini akan dapat membantu keluar dari kekusutan mental dan kegelapan jiwa. Sehingga dapat dijadikan modal dasar untuk menciptakan kesalehan dan keharmonisan individual yang damai dan bahagia. 
Para siswa belajar dharma gita
Para siswa belajar dharma gita
Arah gerak horizontal masyarakat manusia berusaha selalu untuk melantunkan bhakti kirtanam yang dapat menyejukan perasaan hati orang lain dan lingkungannya. Kepada sesama atau anggota masyarakat yang lainnya tidak hanya melantunkan atau melontarkan kritikan dan cemohan tetapi selalu belajar untuk melatih diri untuk memberikan saran, solusi yang terbaik bagi kepentingan bersama dalam keberagamaan, kehidupan sehari-hari tentang kemanusiaan, kebersamaan, persatuan dan perdamaian, serta memberikan pengakuan dan penghargaan atau pujian akan keberhasilan dan prestasi yang telah dicapai terhadap sesama atau anggota masyarakat manusia yang lain. Iklim saling bhakti Kirthanam ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat manusia yang penanaman nilai-nilai diawali dilingkungan keluarga sebagai modal dasar guna mewujudkan kesalehan dan keharmonisan sosial dalam kehidupan sosial kemasyarakatannya.
Jika kita artikan kata Kirtanam itu adalah “menyanyikan/melantunkan”. Ini maksudnya, menyanyikan/melantunkan kidung suci yang sarat dengan nama-nama Tuhan. Di jaman sekarang ini jarang kaum muda khususnya yang beragama Hindu yang mau melaksanakan ajaran kedua dari Nawa Wida Bakti ini, jangankan menyanyikan/melantunkan, bahkan mendengarkan saja sudah sekarang jarang mau untuk mengikutinya.

4. Selalu mengingat nama Tuhan “Smaranam”
Smaranam, adalah bakti dengan jalan mengingat. Arah gerak vertical dari bhakti ini adalah dalam menjalani dan menata kehidupan ini masyarakat manusia sepatutnya selalu melatih diri untuk mengingat, mengingat namanama suci Tuhan dengan segala Ke-Mahakuasaan-nya, dan selalu untuk melatih diri untuk mengingat tentang intruksi dan pesan atau amanat dari sabda suci Tuhan kepada umat manusia yang dapat dijadikan sebagai pedoman atau pegangan hidup dalam hidup di dunia dan di alam sunya (akhirat) nanti. Arah gerak secara horizontal dari bhakti ini apabila dikaitkan dengan isu-isu pluralisme, kemanusiaan, perdamaian, demokrasi dan gender maka sepatutnya masyarakat manusia selalu berusaha untuk mengingat kembali tragedi dan penderitaan kemanusiaan, musibah dan bencana alam, dan lain-lain, yang diakibatkan oleh konflik-konflik atau pertikaian, kesewenang-wenangan, diskriminasi, dan tindakan kekerasan yang lainnya antara individu yang satu dengan individu yang lain ataupun antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain yang tidak atau kurang memahami dan menghargai indahnya sebuah kebhinekaan dan pluralisme. Harapannya dengan mengingat tragedi, penderitaan, musibah dan bencana yang diakibatkan itu masyarakat manusia selalu mewartakan dan mengingatnya sebagai bekal untuk mengevaluasi dan merefleksi diri akan indahnya kebhinekaan dan pluralisme apabila masyarakat manusia mampu mengkemasnya dalam satu bingkai yaitu bingkai kebersamaan, persatuan dan kedamaian. Iklim saling bhakti Smaranam ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat manusia yang ditanamkan di awali dilingkungan keluarga sehingga tumbuh karakter Ketuhanan dalam setiap anggota keluarga sebagai modal dasar guna mewujudkan kesalehan dan keharmonisan sosial dalam kehidupan sosial kemasyarakatannya. Smaranam artinya “mengingat nama Tuhan”. Jika kita kaji secara lebih jelasnya Smaranam ini merupakan ajaran suci yang wajib utuk umat beragama yang meyakini akan adanya sang pencipta “Tuhan”, dimana dalam ajaran ini kita di harapkan agar biasa terhubung, dekat dengan Ida Sang Hyang Widi Wasa, dan mengingat nama-Nya, mengingat kebesaran-Nya, dan kemulian-Nya. Ini bisa kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari yaitu dengan cara ber-bhakti kepada-Nya. Banyak jalan untuk melaksanakan Bhakti kita kepada Tuhan, contoh kecil saja hanya dengan mengingat-Nya setiap saat, itu sudah aplikasi dari Bhakti kita kehadapan-Nya.

5. Menyembah, sujud, hormat di kaki Padma “Padasevanam”
Padasevanam artinya “melayani”. Dalam artian bagaimana cara kita melayani mahkluk lain. Padasevanam meyakini bahwa mahkluk lain yang ada ini adalah sebagai perwujudan Tuhan. Misalkan saja jika kita dapat melayani orang lain baik itu orang yang sedang sakit, tertimpa musibah, dan orang yang lagi membutuhkan sebuah pertolongan, itu sudah disebut dengan Padasevanam. Dalam kehidupan ini masih ada orang yang belum bisa dan belum dapat mengaplikasikan ajaran Nawa Wida Bakti yang di sebut dengan Padasevanam ini.
Persembahyangan di Padmasana
Persembahyangan di Padmasana
Padasevanam, adalah bakti dengan jalan menyembah, sujud, hormat di Kaki Padma. Arah gerak vertikal dalam bhakti ini masyarakat manusia dalam menjalani dan menata kehidupannya sepatutnya selalu sujud dan hormat kepada Tuhan, hormat dan sujud terhadap intruksi dan pesan/amanat dari hukum Tuhan (rtam). Arah gerak horizontal masyarakat manusia untuk selalu belajar dan menumbuhkan kesadaran untuk menghormati para pahlawan dan pendahulunya, pemerintah dan peraturan perundang-undangan yang telah dijadikan dan disepakati sebagai sumber hukum, para pemimpin, para orang tua dan yang tidak kalah penting juga hormat/sujud kepada ibu pertiwi. Karena dengan adanya kesadaran untuk saling menghormati inilah kita akan bisa hidup berdampingan dalam kebhinekaan dan pluralisme, sehingga terwujud kebersamaan, persatuan, kesalehan dan keharmonisan sosial. Iklim saling bakti padasevanam ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat kita sehingga sejak dini semestinya ditanamkan untuk menumbuhkan karakter Ketuhanan di lingkungan keluarga sebagai modal dasar guna mewujudkan kesalehan dan keharmonisan sosial dalam kehidupan sosial kemasyarakatannya.

6. Bersahabat dengan Tuhan “Sukhyanam”.
Sukhyanam, adalah tahapan atau bagian ke-8 dalam ajaran Nawa Widha Bhakti yang artinya itu adalah, memperlakukan pujaannya/Tuhan sebagai sahabat dan keluarga. Di sini kalau kita cari intinya sekali bahwa jika kita menganggap Tuhan itu adalah teman atau keluarga, pasti rasa hormat dan bakti yang kita miliki menjadi lebih besar. Ini menumbuhkan rasa senang dan rasa memiliki yang sangat besar terhadap-Nya. Dengan rasa senang dan rasa memiliki Tuhan, kita akan terus menerus setiap saat akan memuja keagungan dan kemurahan beliau.
Kita akan merasa lebih dekat dengan-Nya, jadi jika hal ini kita aplikasikan, Tuhan itu akan disadari selalu ada didalam kegiatan keseharian kita. Penerapan semua jalan Nawa Wida Bhakti ini bisa menjadi proses penyatuan atau proses kembalinya kita ke asal semula yaitu Tuhan. Sukhyanam, adalah bhakti dengan jalan kasih persahabatan, mentaati hukum dan tidak merusak sistim hukum. Baik arah gerak vertikal dan horizontal, baik dalam kehidupan material dan spiritual (jasmani dan rohani) masyarakat manusia agar selalu berusaha melatih diri untuk tidak merusak sistim hukum, dan selalu dijalan kasih persahabatan. Iklim saling bhakti Sukhanyam ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat kita untuk menumbuhkan karakter Ketuhanan mulai dari lingkungan keluarga dan selanjutnya dapat dijadikan sebagai matra dan sebagai modal dasar guna mewujudkan kesalehan dan keharmonisan sosial dalam kehidupan sosial kemasyarakatannya.

7. Berpasrah diri memuja para bhatara-bhatari dan para dewa sebagai manifestasi Tuhan “Dahsyam”.
Berpasrah diri dihadapan para bhatara-bhatari sebagai pelindung dan para dewa sebagai sinar suci Tuhan untuk memohon keselamatan dan sinarnya disetiap saat adalah sifat dan sikap yang sangat baik. Dahsyam, adalah bhakti dengan jalan mengabdi, pelayanan, dan cinta kasih sayang dengan tulus ikhlas terhadap Tuhan.
Arah gerak vertikal dari bahkti ini masyarakat manusia dalam menjalani dan menata kehidupannya, untuk selalu melatih diri dan secara tulus ikhlas untuk menghaturkan mengabdikan, pelayanan kepada Tuhan, karena hanya kepada Tuhanlah umat manusia dan seluruh sekalian alam beserta isinya berpasrah diri memohon segala yang diharapkan untuk mencapai kebahagian di dunia dan di akhirat.
Arah gerak horizontal masyarakat manusia kepada sesama dan lingkungan hidupnya untuk selalu mengabdi, memberikan pelayanan dan cinta kasih sayang dengan tulus ikhlas untuk kepentingan bersama tentang kemanusiaan, kelestarian lingkungan hidup dan kedamaian di tengah-tengah kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Iklim saling bhakti Dasyam ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat manusia baik dilingkungan keluarga lebih-lebih dikehidupan sosial kemasyarakatannya.
Dahsyam artinya menganggap pujaannya sebagai tamu, majikan dan kita sebagai pelayan. Dahsyam meyakini bahwa tamu yang hadir dihadapannya atau yang ada ini adalah sebagai perwujudan Tuhan. Didalam menempuh kehidupan yang tentunya sangat utama ini, jika kita tidak menyadari “Dahsyam”, sepertinya rasa bhakti yang kita miliki terhadap-Nya itu sangat kecil dan hanya seberapa saja. Mestinya jika kita yakin bahwa kita adalah ciptaan-Nya, kita juga harus bisa menyadari Tuhan itulah yang harus kita layani dan sembah. Pelayanan tulus iklas dengan perasaan tunduk hati kepada Tuhan pahalanya sangat besar. Mulai saat ini kita harus yakin bahwa apapun yang kita kerjakan dan apapun yang kita miliki itu semua adalah dinikmati oleh Tuhan itu sendiri. Jadi dengan jalan bhakti terhadap-Nya kita bisa melakukan pelayanan yang bersifat rohani. Seperti misalnya contoh umum kita lihat pada asram-asram pemujaan Tuhan itu sendiri dalam wujud personifikasi yang diyakini sebagai personalitas tertinggi Tuhan, yang didalamnya terdapat orang-orang yang sedang melakukan Pelayanan dan mempelajari Kitab Sucinya. Kalau bisa kita telusuri Pelayanan bhaktinya sangat tinggi terhadap Arca, Guru Kerohanian, Penyembah Tuhan dll. Itulah perlu kita tingkatkan pada masa hidup dijaman Kaliyuga ini.

8. Memuja Tuhan dengan sarana arca “Arcanam”.
Arcanam, adalah bhakti dengan jalan perhormatan terhadap simbol-simbol atau nyasa Tuhan seperti membuat Pura, Arca, Pratima, Pelinggih, dan lain-lain, bhakti penguatan iman dan takwa, menghaturkan dan pemberian persembahan terhadap Tuhan.
Arah gerak vertikal masyarakat manusia dalam menjalani dan menata kehidupannya untuk selalu menghaturkan dan menunjukkan rasa hormat, sujud, cinta kasih sayang, pelayanan, pengabdian kepada Tuhan dengan iman dan takwa kuat dan teguh dengan jalan menghaturkan sebuah persembahan sebagai bentuk ucapan terimakasih atas tuntunan, bimbingan, perlindungan, kekuatan, kesehatan dan setiap anugerah yang diberikan Tuhan kepada seluruh sekalian alam.
Arah gerak horizontal masyarakat manusia terutama kepada sesama dan lingkungannya dalam kehidupannya untuk selalu belajar untuk memberikan pelayanan, pengabdian, cinta kasih sayang, penguatan dan pemberian penghargaan kepada orang lain. Contoh, Pemerintah, pemimpin dan atau anggota masyarakat hendaknya memberikan pengabdian, pelayanan, cinta kasih sayang dan penghargaan kepada pemerintah dan pemimpinnya demikian pula sebaliknya kepada dan oleh rakyatnya yang telah menunjukan dedikasi yang tinggi terhadap segala aspek kehidupan demi kemajuan dan perbaikan situasi dan kondisi bersama dan sekalian alam tentang kemanusiaan, kelestarian lingkungan dan perdamaian. Karena pemimpin yang baik menghargai rakyatnya, demikian juga sebaliknya. Iklim saling bhakti Arcanam ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat manusia di lingkungan keluarga dan dikehidupan masyarakat umum. Hal ini akan dapat menumbuhkan karakter Ketuhanan mulai dari lingkungan keluarga dan selanjutnya dapat dijadikan sebagai matra dan sebagai modal dasar guna mewujudkan kesalehan dan keharmonisan sosial dalam kehidupan sosial kemasyarakatannya.
Arcanam ini artinya “bhakti dengan memuja Arca”. Maksudnya disini yakni bakti dengan cara memuja pratima sebagai media penghubung dan penghayatan kepada Tuhan. Kita ketahui bersama bahwa Tuhan itu bersifat abstrak/ nirguna, susah kita menebak dan menghayalkan perwujudan tuhan karena sesungguhnya Tuhan itu tak berwujud. Jadi untuk menguatkan keyakinan kita kehadapannya, kita diberi jalan memuja-Nya dengan mewujudkan beliau ataupun manifestasi beliau dengan Arca. Dengan jalan ini, jika rasa bhakti yang kita miliki untuk-Nya sangatlah besar tidak dipungkiri lagi kita melayani dan menyembah Tuhan melalui perwujudan suci yang disebut dengan Arca akan menjadi lebih nyata dan memberikan perasaan rohani yang sangat dalam.

9. Berpasrah total kepada Tuhan “Sevanam atau Atmanividanam”.
Sevanam atau Atmanividanam adalah bakti dengan jalan berlindung dan penyerahan diri secara tulus ikhlas kepada Tuhan. Arah gerak vertikal dan horizontal dari bhakti ini masyarakat kita selalu berpasrah diri dengan kesadaran dan keyakinan yang mantap untuk selalu berjalan di jalan Tuhan, berlindung dan penyerahan diri secara tulus ikhlas kepada Tuhan, sesama dan lingkungan hidupnya atau kepada ibu pertiwi, baik dalam kehidupan duniawi (nyata) maupun kehidupan sunya (niskala). Iklim saling bakti Atmanivedanam ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat manusia baik dalam kehidupan sosial dan kehidupan spiritualnya.
Atmanividanam yang artinya bakti dengan kepasrahan total kepada Tuhan. Tahapan ini adalah tahapan terakhir dalam ajaran suci Nawa Wida Bhakti. Dalam perjalanan kehidupan manusia pada zaman Kali Yuga ini, jalan Atmanividanam yang dianggap sulit untuk diaplikasikan karena kuatnya ikatan material yang mengikat dirinya. Mulailah kita melakukan pelayanan dan mempersembahkan apapun yang kita miliki, kita terima, nikmati dan lainlain itu hanya untuk-Nya. Karena hanya Tuhanlah yang pada akhirnya sebagai penikmat segalanya. Baik itu adalah kebahagiaan dan penderitaan kita harus bisa mempersembahkannya untuk-Nya.
Demikian ajaran Nawa widha bhakti dalam kehidupan umat sedharma dapat mengantarkan untuk mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan dalam hidup ini. Berikut ini adalah paparan ajaran nawa widha bhakti dalam bentuk cerita;

CERITA
Srawanam dan Prabhu Parikesit
Dalam kitab mahabrata dikisahkan, Prabu Parikesit sedang mengadakan perjalanan untuk berburu ke tengah hutan. Prabhu Parikesit adalah keturunan wangsa bharata, cucu dari Panca Pandawa yang disebut-sebut sebagai raja terakhir memimpin Kerajaan Astinapura. Di tengah hutan belantara itu berdiri sebuah pertapaan yang dipimpin oleh Maha Rsi Samiti. Setelah lama melintasi perjalanan akhirnya Prabu Parikesit, sampailah beliau di tengah hutan dan memasuki wilayah pertapaan Maha Rsi Samiti. Sebagaimana biasanya apabila seorang Raja sedang melaksanakan perjalanan jauh, mau berkunjung kepertapaan layak mendapat sambutan dengan istimewa. Demikian juga sepanjang perjalanan disambut dan dihormati oleh setiap orang yang sedang melintas dijalanan tersebut. Penyambutan, penghormatan dan pelayanan yang istimewa adalah wujud dari appreasi atas kunjungan sang raja.
Namun demikian di pertapaan Maha Rsi Samiti saat itu sedang berlangsung ritual brata. Maha Rsi Samiti sedang melaksanakan tribrata; brata makan (Upawasa), brata tidur (Jagra), dan brata berbicara (Monobrata). Karena adanya ritual Tribrata inilah maka beliau tidak menyambut kedatangan Raja Parikesit sebagaimana mestinya. Prabhu Parikesit sangat tersinggung atas kejadian ini, sehingga kemarahannya ditumpahkan kepada seekor ular yang sedang lewat disana, ular itupun dipukulnya sampai mati, yang akhirnya bangkai ular itu dikalungkan dilehar Sang Rsi Samiti yang sedang melakukan Tribrata oleh Prabu parikesit. Kemudian sang Rsi ditinggalkan begitu saja dalam tri brata dengan leher dikalungi bangkai ular.
Maha Rsi Samiti memiliki seorang putra yang bernama Srenggi, (usianya masih tergolong anak-anak yang baru berumur sekitar 8 tahun. Namun Srenggi mempunyai bakat yang luar biasa dalam ketekunannya melaksanakan Gayatri mantram. Dalam usianya yang ke lima Srenggi sudah mampu melaksanakan japa mala Gyatri mantram sampai lebih dari ribuan kali, bila sedang berada diluar desanya sendiri.
Ketika Srenggi kembali dari taman pesraman mengambil bunga yang tadinya dipersiapkan untuk sembahyang, alangkah kagetnya mereka ketika melihat dan menyaksikan kondisi Ayahandanya sang Maha Rsi dengan posisi meditasi lehernya terlilit bangkai ular. Srenggi tidak terima dengan kejadian dan perbuatan orang yang tidak bertanggung-jawab itu terhadap orang tuanya. Ia berusaha untuk mencari tau siapa pelaku dari perbuatan amoral seperti itu. Dalam waktu tidak terlalu lama maka srenggi sudah mendapatkan jawabannya bahwa pelakunya adalah seorang Raja yang bernama (Prabu Parikesit sebagai pelaku tunggal). Srenggi-pun segera mengejar Prabu Parikesit dan sekaligus melontarkan kutukan atas perlakuannya terhadap Ayahndanya sang Rsi. "Dalam kurun waktu 7 hari Prabu Parikesit akan mati dengan cara yang menyedihkan digigit ular”.
Maha Rsi Samiti mendengarkan kesemuanya itu, dan beliau mengetahui kemampuan putranya sang Srenggi, karena kesidhiannya, mengingat sejak kecil Srenggi sangat rajin dan tulus melakukan Japa Mala. Kutukan tinggal kutukan tak boleh ditarik dengan apapun, akhirnya dalam kurun waktu yang ditentukannya 7 hari pasti akan terjadi kejadian yang sangat mengenaskan Prabu Parikesit sudah pasti akan menderita atas kutukannya itu. Tinggal satu-satunya yang dapat dilakukan oleh Sang Rsi sekarang adalah masuk ke Istana kerajaan dan menyampaikan permasalahannya. Untuk mengamankan keberadaan Raja Parikesit dari gangguan ular, akhirnya beliau dibuatkan sebuh podium dengan penjagaan yang sangat ketat sehingga tidak ada lagi jalan bagi ular untuk bisa menghampiri Prabu Parikesit.
Dalam waktu tujuh hari itulah dipergunakan bertobat oleh Sang Prabu Parikesit, untuk mengadakan Srawanam, yaitu mendengarkan dengan cara seksama Ikang Tinutur Pineh Ayu dari sang Rsi Samiti selama 7 hari. Persis pada hari yang ke 7 (tujuh) Jiwa sang Prabu Parikesit meninggalkan Raga (Moksa). Dalam keadaan demikian akhirnya sang pelayan datang menyuguhkan hidangan (makan) buat sang Prabu Parikesit. Meskipun makanan itu sudah disortir secara sempurna oleh koki istana, namun Ular tersebut bersembunyi di balik kuping manggis, yang menjadi persembahan sang pelayan kepada rajanya. Ketika makanan sang Prabu sudah dihidangkan di atas mejanya, pelayanpun meninggalkan ruangan sang raja, keluarlah ular tersebut dengan dari balik kuping manggis dan dengan serta merta mematuk sang Prabu yang sebenarnya sudah dalam keadaan Sunia, dan Berakhirlah Prabu Parikesit yang merupakan akhir dari bagian kejayaan Wangsa Bratha di Astinapura
(Widyatmanta, Siman. 1958 : 68).
-tamat-

Mengikuti alur ceritera di atas, maka dapat dipahami bahwa dengan ajaran “nawa widha bhakti “srawanam” Prabu Parikesit mencapai moksa. Jnanam, Karma, dan Bhakti, dalam mewujudkan ajaran Hindu adalah merupakan satu kesatuan yang utuh dan sulit untuk dipisahkan karena merupakan satuan integral satu dengan yang lainnya. Svami Satya Narayana mengatakan : Ketiga jalan tersebut bak gula batu, bentuk, berat, dan penampilan gula tersebut sangatlah berbeda, namun mereka mempunyai kesatuan yang utuh dan sulit untuk dibeda-bedakan. Kalau Jnanam itu tidak diwujudkan dalam bentuk Bhakti, maka hanya tinggal di dalam hati saja, Karma tanpa dilandasi dengan Jnanam maka karma akan ngawur tanpa arah, Jnanam dan karma tanpa bakti, akan bisa menimbulkan arogansi dan gersang, Bhakti tanpa Jnanam dan karma juga akan nyaplir (tidak menentu). Karena itu Bhakti kepada Tuhan merupakan ujung dari Jnanam dan karma.

EVALUASI
  1. Setelah membaca teks tentang bentuk penerapan ajaran Nawa widha bhakti dalam kehidupan beragama Hindu, apakah yang anda ketahui tentang agama Hindu? Jelaskan dan tuliskanlah!
  2. Buatlah ringkasan yang berhubungan dengan bentuk penerapan Nawa widha bhakti dalam kehidupan beragama Hindu, dari berbagai sumber media pendidikan dan sosial yang anda ketahui! Tuliskan dan laksanakanlah sesuai dengan petunjuk dari Bapak/Ibu guru yang mengajar di kelas!
  3. Apakah yang anda ketahui terkait tentang bentuk penerapan Nawa widha bhakti dalam kehidupan beragama Hindu? Jelaskanlah!
  4. Bagaimana cara-mu untuk mengetahui bentuk penerapan Nawa widha bhakti dalam kehidupan beragama Hindu? Jelaskan dan tuliskanlah pengalamannya!
  5. Manfaat apakah yang dapat dirasakan secara langsung dari usaha dan upaya untuk memengetahui bentuk penerapan Nawa widha bhakti dalam kehidupan beragama Hindu? Tuliskanlah pengalaman anda!


TUGAS MANDIRI
Amatilah lingkungan sekitar anda terkait dengan adanya bentuk penerapan Nawa widha bhakti dalam kehidupan dan penerapan ajaran Hindu guna mewujudkan tujuan hidup manusia dan tujuan agama Hindu, buatlah catatan seperlunya dan diskusikanlah dengan orang tuanya! Apakah yang terjadi? Buatlah narasinya 1 – 3 halaman diketik dengan huruf Times New Roman – 12, spasi 1,5 cm, ukuran kertas kuarto; 4-3-3-4!

Post a Comment for "Bentuk Penerapan Nawa Widha Bhakti dalam Kehidupan - Bahan ajar Agama Hindu kelas XII"