Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Syarat-syarat dan Aturan dalam Pelaksanaan Yajña - Materi Hindu kelas XI

Selamat datang kembali disitus ini. Pada kesempatan yang baik ini saya mengajak kalian untuk mempelajari materi tentang Syarat-syarat dan Aturan dalam Pelaksanaan Yajña, sehingga kita akan lebih paham dan pada akhirnya mampu menerapkan yajna dalam kehidupan sesuai denganj aturan yang ada. Segala hal akan menjadi baik dan mencapai tujuan apa bila dapat dikerjakan sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah tersurat dan tersirat. Seperti halnya ketika belajar di bangku sekolah. Seseorang akan dapat mencapai tujuannya yaitu lulus dari sekolah apabila telah mengikuti semua tahapan yang ada seperti belajar dengan baik dan mendapat nilai baik dalam ulangan. Setiap tahapan tersebut tentunya harus dilaksanakan sesuai aturan yang berlaku disekolah tersebut. Sama juga halnya dengan melaksanakan yajna. Yajna akan berhasil dan mencapai tujuan apabila dilaksanakan sesuai dengan syarat-syarat dan aturan dalam pelaksanaan yajna.


Perenungan 
Soma rārandhi no hṛdhi gāvo na yavaseṣv ā, marya iva sva okye”.
Terjemahannya.
”Tuhan Yang Mahapengasih, semoga Engkau berkenan bersthana pada hati nurani kami (tubuh kami sebagai pura), seperti halnya anak-anak sapi  yang merumput di padang subur, seperti pula seorang gadis di rumahnya sendiri”. 
(Åg Veda I. 91.13).
Syarat-syarat dan Aturan dalam Pelaksanaan Yajña - Materi Hindu kelas XI
Upacara manusa yajna, nyambutin
Memahami Teks
Melaksanakan yajña bagi  umat Hindu hukumnya wajib. Segala sesuatu yang dilaksanakan tanpa dilandasi oleh yajña adalah sia-sia. Bagaimana agar semua yang kita laksanakan dapat bermanfaat dan berkualitas, kitab Bhagavad Gita menyebutkan sebagai berikut:

“Aphalākāòkṣibhir yajòo vidhi-dṛṣtho ya ijyate,
 yaṣthavyam eveti manaá samādhāya sa sāttvikaá”.
Terjemahannya adalah.
“Yajña menurut petunjuk kitab-kitab suci, yang dilakukan oleh orang tanpa mengharap pahala dan percaya sepenuhnya bahwa upacara ini sebagai tugas kewajiban, adalah sattvika”. (Bhagavad Gita. XVII.11).

“Abhisandhāya tu phalaṁ danbhārtham api çaiva yat,
 ijyate bharata-ṡrestha taṁ viddhi rājasam”.
Terjemahannya adalah.
“Tetapi persembahan yang dilakukan dengan mengharap balasan, dan semata-mata untuk kemegahan belaka, ketahuilah, wahai Arjuna, yajña itu adalah bersifat rajas”. (Bhagavad Gita. XVII.12).


“Vidhi-hinam asṛṣtānnaṁ mantra-hìnam adakṣiṇam,
 ṡraddhā-virahitaṁ yajñaṁ tāmasaṁ paricakṣate”.
Terjemahannya adalah.
“Dikatakan bahwa yajña yang dilakukan tanpa aturan (bertentangan), di mana makanan tidak dihidangkan, tanpa mantra dan sedekah serta tanpa keyakinan dinamakan tamas”. (Bhagavad Gita. XVII.13).

Agar pelaksanaan yajña lebih efisien, maka syarat pelaksanaannya perlu mendapat perhatian, yaitu sebagai berikut.
  1. Sastra, yaitu yajña harus berdasarkan Veda.
  2. Sraddha, yaitu yajña harus dengan keyakinan.
  3. Lascarya, keikhlasan menjadi dasar utama yajña.
  4. Daksina, memberikan dana kepada pandita.
  5. Mantra, puja, dan gita, wajib ada pandita atau pinandita.
  6. Nasmuta atau tidak untuk pamer, jangan sampai melaksanakan yajña hanya untuk menunjukkan kesuksesan dan kekayaan.
  7. Anna Sevanam, yaitu memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan cara mengundang makan bersama.
Dalam Bhagavad Gita XVII. 11, 12, dan 13 disebutkan ada tiga kualitas yajña, yakni sebagaimana tertera di bawah ini:

a)  Satwika Yajña
    Satwika Yajña adalah kebalikan dari Tamasika Yajña dan Rajasana Yajña bila didasarkan penjelasan Bhagawara Gita tersebut di atas. Satwika Yajña adalah yajña yang dilaksanakan sudah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan. Syarat-syarat yang dimaksud, antara lain sebagai berikut.
  • Yajña harus berdasarkan sastra. Tidak boleh melaksanakan yajña sembarangan, apalagi didasarkan pada keinginan diri sendiri karena mempunyai uang banyak. Yajña harus melalui perhitungan hari baik dan buruk, yajña harus berdasarkan sastra dan tradisi yang hidup dan berkembang di masyarakat.
  • Mengingat arti yajña itu adalah pengorbanan suci yang tulus ikhlas, Sang Yazamana atau penyelenggara yajña tidak boleh kikir dan mengambil keuntungan dari kegiatan yajña. Apabila dilakukan, maka kualitasnya  bukan lagi disebut sattwika.
  • Yajña harus menghadirkan sulinggih yang disesuaikan dengan besar kecilnya yajña. Kalau yajñanya besar, sebaiknya hadirkan  seorang sulinggih dwijati atau pandita. Tetapi kalau yajñanya kecil, cukup dipuput oleh seorang pemangku atau pinandita saja.
  • Dalam setiap upacara yajña, Sang Yajamana harus mengeluarkan daksina. Daksina adalah dana uang kepada sulinggih atau pinandita yang muput yajña. Jangan sampai tidak  melakukan itu, karena daksina adalah bentuk dari Rsi Yajña dalam Panca Yajña.
  • Yajña juga sebaiknya menghadirkan suara genta, gong atau mungkin Dharmagita. Hal ini juga disesuaikan dengan besar kecilnya yajña. Apabila biaya untuk melaksanakan yajña tidak besar, maka suara gong atau dharmagita boleh ditiadakan.


b)  Rajasika Yajña
                   Rajasika Yajña adalah yajña yang dilakukan dengan penuh harapan akan hasilnya dan dilakukan hanya untuk pamer saja. Kualitas yajña ini relatif sangat rendah. Walaupun semua persyaratan dalam sattwika yajña sudah terpenuhi, namun apabila Sang Yajamana atau yang menyelenggarakan yajña ada niat untuk memperlihatkan kekayaan dan kesuksesannya, maka nilai yajña itu menjadi rendah. 
                 Dalam Siwa Purana disampaikan bahwa seorang raja mengundang Dewa Siwa untuk menghadiri dan memberkati yajña yang akan dilaksanakannya. Dewa Siwa mengetahui bahwa tujuan utama mengundang-Nya hanyalah untuk memamerkan jumlah kekayaan, kesetiaan rakyat, dan kekuasaannya.
                Mengetahui niat tersebut, raja pun mengundang Dewa Siwa. Pada hari yang telah ditentukan, Dewa Siwa tidak mau datang, tetapi mengirim putranya yang bernama Dewa Gana untuk mewakili-Nya menghadiri undangan Raja itu. Dengan diiringi banyak prajurit, berangkatlah Dewa Gana ke tempat upacara. Upacaranya sangat mewah, semua raja tetangga diundang, dan seluruh rakyat 
ikut memberikan dukungan.
                 Dewa Gana diajak berkeliling istana oleh raja sambil menunjukkan kekayaannya berupa emas, perak, dan berlian yang jumlahnya bergudang-gudang. Dengan bangga, raja menyampaikan berapa jumlah emas dan berliannya. Sementara rakyat dari kerajaan ini masih hidup miskin karena kurang diperhatikan oleh raja dan pajaknya selalu dipungut oleh Raja.
                   Mengetahui hal tersebut, Dewa Gana ingin memberikan pelajaran kepada Sang Raja. Ketika sampai pada acara menikmati makanan dan minuman, Dewa Gana pun menghabiskan seluruh makanan yang ada. Bukan itu saja, seluruh perabotan berupa piring emas dan lain sebagainya semua dihabiskan 
oleh Dewa Gana. Raja menjadi sangat bingung sementara Dewa Gana terus meminta makan. Apabila tidak diberikan, Dewa Gana mengancam akan memakan semua kekayaan dari Sang Raja.
                   Khawatir kekayaannya habis dimakan Dewa Gana, Raja ini kembali menghadap Dewa Siwa dan mohon ampun. Lalu diberikan petunjuk dan nasihat agar tidak sombong karena kekayaan dan membagikan seluruh kekayaan itu kepada seluruh rakyat secara adil. Kalau menyanggupi, barulah Dewa Gana menghentikan aksinya minta makan terus kepada Raja. Dengan terpaksa Raja yang sombong ini menuruti nasihat Dewa Siwa yang menyebabkan kembali baiknya Dewa Gana. Pesan moral yang disampaikan cerita ini adalah, janganlah melaksanakan yajña berdasarkan niat untuk memamerkan kekayaan. Selain membuat para undangan kurang nyaman, juga nilai kualiatas yajña tersebut menjadi lebih rendah.

c)  Tamasika Yajña
            Ini adalah yajña yang dilakukan tanpa mengindahkan petunjuk-petunjuk sastranya, tanpa mantra, tanpa ada kidung suci, tanpa ada daksina, tanpa didasari oleh kepercayaan. Tamasika Yajña adalah yajña yang dilaksanakan dengan motivasi agar mendapatkan untung. Kegiatan semacam ini sering dilakukan sehingga dibuat Panitia Yajña dan diajukan proposal untuk melaksanakan upacara yajña dengan biaya yang sangat tinggi. Akhirnya yajña jadi berantakan karena Panitia banyak mencari untung. Bahkan setelah yajña dilaksanakan, masyarakat ternyata berhutang di sana sini. Yajña semacam ini sebaiknya jangan dilakukan karena sangat tidak mendidik.


Uji Kompetensi
Setelah kamu membaca dan memahami materi tentang Syarat-syarat dan Aturan dalam Pelaksanaan Yajña ini, selanjutnya kerjakanlah soal-soal dibawah ini pada kertas lempiran dan dikumpulkan.
SOAL:
1.  Coba sebut dan jelaskan syarat-syarat yang wajib dipedomani dalam melaksanakan yajña!
2. Sebutkan tiga kualitas yajña dan berikan masing-masing penerapannya dalam kehidupan sehari-hari!

Post a Comment for "Syarat-syarat dan Aturan dalam Pelaksanaan Yajña - Materi Hindu kelas XI"