Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

B. Hidup Bermasyarakat Berdasarkan Ajaran Niwrtti Marga

Hai sobat The Bali Buzz, berikut ini akan saya jelaskan tentang Hidup Bermasyarakat Berdasarkan Ajaran Niwrtti Marga. Untuk memahami tentang materi ini, berikut ini ada sloka yang bisa dijadikan renungan.

Perenungan
“Sarve asmin devā ekavrto bhavanti”
Terjemahannya:
“Di dalam-Nya semua Dewata manunggal” (Atharva Veda XIII. 4. 21).
Memahami Teks:
Niwrtti Marga dapat dilaksanakan dengan menekuni ajaran Yoga Marga. Pelaksanaan yoga merupakan sadhana dalam mewujudkan samadhi yaitu penyatuan diri dengan Sang Hyang Widhi Wasa. Yoga Marga adalah suatu usaha untuk menghubungkan diri dengan Sang Hyang Widhi Wasa beserta manifestasi-Nya. Kitab Bhagavad Gita menyebutkan sebagai berikut.
“yadā hi ne’ndriyārtheshu na karmasy anushajjate, sarva saòkalpa saònyāsì yogārūðhas tado’chyate”. (Bhagavad Gita. VI. 4.)
Terjemahannya:
“Bila ia merasa bebas sungguh-sungguh dari ikatan objek panca indra dan kerja, dan membuang segala maksud-keinginan maka ia dikatakan mencapai yoga”.
Anak-anak sekolah dasar sedang Yoga
Anak-anak sekolah dasar sedang Yoga


Seseorang dapat disebut sebagai yogi, jika mereka sudah dengan teguh melaksanakan kesatuan (memuja/sembahyang) ke hadapan Ida  Sang Hyang Widhi. Beliau ada di dalam semua makhluk ciptaan-Nya. Mereka selalu berusaha menumbuhkan kesadaran rohani yang utama, dan selalu berupaya menghapuskan kekurangsempurnaan menuju kesempurnaan yang abadi. Pikiran adalah pengaturan diri manusia dan atma adalah yang   menghidupkannya.   Pikiran   dan atma tak ubahnya seperti sebuah danau, di mana atma adalah dasar danau dan air adalah pikiran itu sendiri. Hanya pada danau yang airnya jernih kita akan dapat melihat dasar danau itu. Upaya dalam mewujudkan pelaksana- an  Niwrtti  Marga,  penerapannya  dapat dilaksanakan melalui “Yoga Marga” dan “samadhi”. Yoga mengajarkan pengenda- lian diri untuk mengarahkan pikiran agar dapat bersatu dengan Sang Hyang Widhi.

Orang yang sudah dapat melaksanakan ajaran yoga dengan sungguh-sungguh disebut yogin. Sudah menjadi suatu kebiasaan bagi seorang yogi untuk mengendalikan pikiran-pikirannya agar selalu jernih. Kitab Patanjali Sutra, menyebutkan sebagai berikut.
“Yogaçcitta vrtti nirodhah”. (Yoga Sutra I.1)
Terjemahannya:
“Yoga adalah pengendalian gelombang-gelombang pikiran dalam alam pikiran”.
Berdasarkan uraian sloka di atas, dengan jelas dinyatakan bahwa gelombang- gelombang pikiran itu harus dikendalikan.Yoga mengajarkan pengendalian diri untuk menjernihkan pikiran serta membebaskan ikatan/belenggu suka-duka yang bersifat duniawi, yang ada pada setiap diri manusia. Noda-noda yang mengotori pikiran manusia dapat dihilangkan secara berangsur- angsur melalui pelaksanaan yoga. Ajaran “yoga” dapat menuntun manusia secara bertahap mengendalikan dirinya untuk dapat menguasai pikirannya dan akhirnya sampai mencapai ketenangan pada Sang Hyang Widhi.Pelaksanaan yoga terdiri dari delapan tahapan, yang disebut “Astāngga yoga” sebagaimana disebutkan sebagai berikut.
“yama nyamasana pranayama pratyahara, Dharana dhyana samadhyc stavanggani”. (Yoga sutra. II.29)
Terjemahannya:
“Yama, nyama, asana, pramayana, pratyahara, dharana, dhyana, dan samadhi”.
Dengan demikian Astāngga Yoga dapat diartikan “delapan bagian yoga”. Adapun bagian-bagiannya adalah sebagai berikut.

1.  Yama ialah pengendalian diri dari tahap perbuatan jasmani.
2.  Nyama ialah pengendalian diri dalam diri yaitu tahapan rohani.
3.  Asana ialah sikap duduk.
4.  Pranayama adalah pengendalian prana / pernafasan.
5.  Pratyahara adalah penarikan pikiran dari objeknya.
6.  Dharana adalah pemusatan pikiran.
7.  Dhyana adalah meditasi.
8. Samadhi adalah luluhnya pikiran dengan atman.

Kedelapan tahapan ajaran yoga ini merupakan salah satu dasar untuk melaksanakan ajaran Niwrtti Marga. Pelaksanaan hendaknya dengan sungguh-sungguh dan penuh disiplin. Tahap demi tahap.

1.  Tahapan Permulaan adalah Yama.
Kata yama sebagaimana diuraikan di atas berarti pengendalian diri pada bagian awal. Pengendalian diri tahap pertama ini menampakkan pengendalian diri dalam penampilan lahir. Yama sebagai tahap pengendalian diri paling awal, terdiri atas lima bagian yang sering disebut “Panca Yama”. Bagian-bagian dari “Panca Yama” ini diuraikan sebagai berikut.
“Ahimsa satyasteya brahmacarya parigraha yamah” (Yoga Sutra. II. 30)
Terjemahannya:
“Ahimsa, satya, steya, brahmacari, aparigraha, semuanya ini adalah yama”.
Keterangan di atas menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan “Panca Yama” terdiri dari beberapa hal seperti di bawah ini.


a.  Ahimsa artinya tidak menyakiti sesama makhluk hidup, atau saling menyayangi antarsesama.
b.  Brahmacari adalah masa belajar mencari ilmu pengetahuan.
c.  Satya artinya setia, berperilaku jujur dalam kehidupan.
d.  Apari artinya tidak serakah, tidak mementingkan diri sendiri.
e. Asteya artinya tidak mencuri, tidak korupsi, tidak mengambil hak orang lain. Sehubungan  “yama”  sebagai  pengendalian  diri  tingkat  pertama  dalam  kitab Sarasamuscaya di sebutkan ada 10 (sepuluh) yama. Kesepuluh pengendalian diri tingkat pertama tersebut, adalah “Dasa Yama” yang diuraikan sebagaimana berikut.
“Anrsamsyam ksama satyamahinsa dama arjawan pritih prasado, madhuryam mardawam ca yama dasa. Nyang brata ikang inaranan yama, prayate kanya nihan, sapuluh kwehnya, anrsangsya, ksma, satya, ahimsa, dama, arjawa, prtti, prasada, madhurya, mardawa, nahan pratuakanya sapuluh, anrcangsya, siharimba, tan swartha kewala, ksama, si kelan ring panastik, satya, si tan mrsawada, ahingse, manukhe sarwa bhawa; dama, si upacama wruh mituturi manahny, arjawa, si duga-duga bener, pritti, si gong karuna, prasada, heningning, manah, madhurya, manishing wulat lawan wuwus, mardawa, posning manah”.
(Sarasamuscaya. 259)
Terjemahannya:
“Inilah brata yang disebut yama, perinciannya demikian; anrcangsya, ksama, satya, ahimsa, dama, arjawa, prtti, prasada, madhurya, mardawa, sepuluh banyaknya,  anrcangsya  yaitu  harimbawa,  tidak  mementingkan  diri  sendiri saja, ksama, tahan akan panas dan dingin; satya, yaitu tidak berkata bohong; ahingsa, berbuat bahagianya makhluk; dama sabar serta dapat menasihati diri sendiri; arjawa adalah tulus hati, berterus terang; prtti yaitu sangat welas asih; prasada, kejernihan hati,; madhurya, manis pandangan (muka manis) dan manis perkataan; mardhawa, kelembutan hati”.
Sloka   di   atas   dapat   dipergunakan   sebagai   sadhana   untuk   melaksanakan Niwrtti Marga untuk tahap pertama. Ada 10 (sepuluh) macam tahapan yang mesti dilaksanakan, disebut “Dasa Yama” terdiri atas beberapa hal berikut ini.
a.  Anrçangsya artinya tidak mementingkan diri sendiri.
b. Kṡama adalah tahan akan panas dingin. 
c.  Satya adalah tidak berdusta.
d. Ahiṁsa adalah membahagiakan semua makhluk.
e.  Dama yaitu sabar, dapat menasehati diri sendiri. 
f.  Arjawa yaitu tulus hati, berterus terang.
g.  Priti adalah sangat welas asih. 
h.  Prasada adalah jernih hati.
i.  Madhurya yaitu manisnya pandangan dan perkataan.
j.  Mardawa adalah lembut hati.
Demikian rincian “Dasa Yama” sebagai ajaran pengendalian diri tingkat awal yang disebutkan dalam kitab Sarasamuscaya.

Yogin asal india memberikan materi tentang yoga
Yogin asal india memberikan materi tentang yoga
Ajaran  Dasa  Yama  yang  terdapat  dalam  kitab  Sarasamuscaya  dan  “Panca Yama” yang diuraikan dalam kitab Patanjali Yoga Sutra patut dan baik digunakan untuk melaksanakan ajaran Niwrtti Marga. Kedua ajaran ini dapat menuntun dan menumbuhkan budi pekerti luhur masing-masing umat yang melakukannya. Mereka yang melaksanakan hendaknya menanamkan kesadaran berdisiplin tinggi pada pribadinya. Segala tindakan yang dimotivasi oleh disiplin yang tinggi tentu akan menumbuhkan hasil yang maksimal.

2.  Tahapan Kedua adalah Nyama
Nyama merupakan disiplin diri tahap kedua setelah “yama” yaitu pengendalian diri dari dalam diri (rohani) dalam  Astāngga yoga, yang dapat digunakan sebagai dasar dalam melaksanakan ajaran Niwrtti Marga. Ajaran ini merupakan kewajiban yang secara terus-menerus dilakukan dalam mewujudkan kesucian lahir-batin untuk menghadap Sang Hyang Widhi. Semakin sempurna dapat kita laksanakan ajaran ini, semakin cepat kita menemukan diri kita sendiri, karena pengaruh-pengaruh duniawi semakin menipis melekat pada diri kita. Nyama terdiri dari lima bagian, seperti disebutkan dalam Yoga Sutra Patanjali
“Šauca santosa tapah svadhyayesvara pranidhanani niyamah”. (Yoga Sutra. II. 32)
Terjemahannya:
“Sauca, santosa, tapa, swadhyaya, dan iswara pranidhana, semuanya ini adalah nyama”.
Dari penjelasan kitab Yoga Sutra Patanjali tersebut, dapat dinyatakan bahwa bagian- bagian dari nyama ini ada 5(lima) yang disebut “Panca Nyama”, masing-masing bagiannya adalah seperti berikut ini.
a.  Çauca artinya suci lahir-batin 
b.  Santosa artinya kepuasan
c.  Tapa artinya pengekangan diri 
d.  Swadhayaya artinya belajar
e.  Iswarapranighana artinya bhakti kepada Sang Hyang Widhi.

Panca Niyama mengajarkan bahwa menjadi suatu kewajiban untuk selalu menjaga kesucian pikiran dan rohani kita, karena sesungguhnya dari pikiran yang suci dapat mewujudkan jasmani dan rohani yang suci pula. Demikian juga manusia hendaknya selalu dapat memuaskan dirinya dengan apa yang menjadi miliknya. Sehingga tidak akan ada gejolak iri hati kepada orang lain. Manusia hendaknya berusaha sekuat tenaga untuk mengendalikan diri, sehingga tercipta keseimbangan, ketenangan hidup, baik lahir maupun batinnya.

Di samping itu umat manusia hendaknya selalu mengupayakan diri untuk belajar, karena pengetahuan kerohanian itu diuraikan dalam kitab-kitab agama Hindu. Terakhir manusia hendaknya selalu mengadakan pemujaan ke hadapan Sang Hyang Widhi. Di hadapan Sang Hyang Widhi manusia akan dapat merasakan dirinya kecil, lemah, dan sangat sederhana.

Kitab Sarasamuscaya menyebutkan sebagai berikut.
“Danamijya tapo dhyanam Swadhayayopasthanigrahah, Wratopawasa maunam ca ananam Ca niyama daca. Nyang brata sapuluh kwehnya, ikang nyama ngaranya, pratyekadana, ijjya, tapa, dhayana, swadhyaya, upasthanigraha, brata upawasa, mauna, snana, nahan ta wakning nyama, dana weweh, annadanadi; ijya, dewapuja, pitrpujadi, tapa, kayasangcosana, kasatan ikang sarira,bhucarya, jalatyagadi; dhyana, ikang siwasmarana, swadhaya,wedabhyasa, upasthanigraha, kahrtaning upasta, brata annawarjadi, mauna, wacangyama kahrtaning ujar, haywakecek kuneng, snana, tri sandya sewana, madyusa ring kalaning sandhya”. (Sarasamuscaya, 260)
Terjemahannya:
“Inilah brata sepuluh banyaknya yang disebut nyama, yang perinciannya adalah dana, ijya, tapa, dhyana, swadhyaya, upasthaninggraha, brata, upawasa, mona, stana. Itulah yang merupakan nyama; dana,pemberian; pemberian makan, minuman dan lain-lain; ijya, pujaan kepada dewa, kepada leluhur, dan lain- lain; tapa, adalah pengekangan nafsu jasmaniah, badan yang seluruhnya kurus kering, layu, berbaring di atas tanah, di atas air, dan di atas alas-alas lain sejenis itu; dhayana, merenungkan Dewa Siwa; swadhyaya mempelajari weda; upasthanigraha, pengekangan, upastha, singkatnya pengendalian nafsu syahwat; brata, pengekangan nafsu terhadap makanan; mona, misalnya tidak bicara atau tidak bicara sama sekali, tidak bersuara; snana, Tri Sandhya sewana, melakukan Tri Sandhya, mandi membersihkan diri pada waktu melakukan Sandhya”.
Dalam kitab Sarasamuscaya, disebutkan ada sepuluh macam nyama, yang disebut “Dasa Nyama”. Adapun bagian-bagian “Dasa Nyama” tersebut terdiri atas hal-hal berikut.
a.  Dana artinya pemberian makanan dan minuman, dan lain-lainnya.
b.  Ijya artinya pujaan kepada Dewa, leluhur, dan lain-lain pujaan sejenis itu. 
c.  Tapa artinya pengekangan hawa nafsu jasmani.
d.  Dhyana artinya merenung memuja Dewa Siwa. 
e.  Swadhyaya artinya mempelajari Veda.
f.  Upasthanigraha artinya pengekangan nafsu syahwat.
g.  Brata artinya pengekangan nafsu terhadap makanan. 
h.  Upawasa pengekangan diri.
i.   Mona artinya tidak bersuara.
j.   Snana artinya melakukan pemujaan dengan Tri Sandhya.

Demikian perincian ajaran Dasa Nyama dalam kitab Sarasamuscaya. Ajaran Dasa Nyama dan “Panca Nyama” sesuai uraian di atas dapat dipergunakan sebagai dasar melaksanakan Niwrtti Marga. Ajaran Panca Nyama dan juga Dasa Nyama menurut yoga, merupakan ajaran tahap kedua untuk mencapai kesempurnaan rohani yang utama. Kedua ajaran ini patut dimengerti, dipahami dan diamalkan dalam mewujudkan kesempurnaan rohani.

3.  Asana adalah sikap badan yang sempurna.
Sebagaimana kita ketahui, bahwa antara badan/jasmani dengan rohani adalah dua unsur yang memiliki hubungan sangat erat. Suatu kehidupan/aktifitas tidak akan terjadi apabila salah satu dari dua unsur itu (jasmani dan rohani) harus ada dan berhubungan. Dengan demikian apabila rohani mengalami gangguan maka jasmani pun ikut terganggu.
Asana  sebagai  suatu  ajaran  dalam Astāngga  yoga  bertujuan  untuk  meredam gerak-gerik tubuh, sehingga pikiran tidak akan diganggu oleh gerakan-gerakan tubuh itu. Dengan tenangnya badan seseorang dapat mengatur dan mengendalikan jalannya nafas dan gerakan pikirannya. Asana hendaknya dilakukan dengan menyenangkan, karena itu orang dapat melakukan secara berulang kali. Dalam pelaksanaan asana, seseorang boleh memilih salah satu di antara asana yang ada seperti   “padmasana, bajrasana, siddhasana, svatikasana atau sukhasana”.
Pengendalian jasmani melalui asana maka tenaga yang kita miliki tidak akan terbuang sia-sia. Semakin sempurna kita dapat mengendalikan diri, maka kesadaran kita akan semakin halus, dan ini dapat menghantarkan rohani seseorang menjadi tenang. Dengan sikap asana, maka keadaan jasmani seseorang menjadi lebih sempurna. Kesempurnaan jasmani itu dapat menghantarkan rohani seseorang menjadi tenang.

4.  Pranayama adalah pengendalian tenaga hidup.
Prana adalah tenaga hidup. Prana berada pada semua unsur, tetapi dia bukan unsur itu. Dia bisa berada di udara, makanan, minuman, cahaya matahari, dan berbagai benda. Prana merupakan bagian nafas alam semesta.
Melalui pengendalian jalannya nafas, seseorang dapat mengendalikan dan mendiamkan dengan tenang pikirannya. Dengan terkendalinya pikiran, maka terkendali pulalah prana itu dalam badan kita. Seluruh bagian tubuh kita dapat diisi prana, dan apabila hal ini bisa dilakukan maka seluruh bagian badan kita dapat dikendalikan. Dalam ajaran yoga, praktiknya pranayama dilakukan denga mengatur jalannya nafas.

Ada tiga bagian pranayama,yaitu sebagai berikut. 
a.  Puraka artinya memasukkan nafas
b.  Kumbaka artinya menahan nafas
c.  Recaka  artinya mengeluarkan nafas

Untuk mencapai tujuan pelaksanaan ajaran yoga pranayama dapat dilaksanakan secara berulang-ulang dan terus-menerus sebelum mencapai yoga.

5.  Pratyahara adalah pemusatan pikiran pada Tuhan/Sang Hyang Widhi.
Di antaranya yang paling sulit untuk mengendalikan adalah pikiran. Kegelisahan pikiran tidak ubahnya seperti kuda yang binal. Pikiran itu tidak pernah diam, dia selalu bergerak. Bagaimana cara menjinakkannya?
Yoga mengajarkan, untuk dapat mengendalikan pikiran seseorang harus duduk dengan tenang. Kemudian pikiran itu kita lepaskan dan pusatkan dengan satu objek tertentu. Hal ini hendaknya dilakukan dengan penuh kesabaran. Hendaknya pula dia diperlakukan seperti itu secara terus-menerus, tentu semakin lama semakin tenang, semakin halus dan akhirnya akan dapat dikuasai.
Menarik  pikiran  dari  objek-objek  yang  menggelisahkan  dan  memusatkanya pada diri sendiri (Sang Hyang Widhi), inilah disebut dengan pratyahara. Pratyahara merupakan suatu proses awal dalam usaha mencapai samadhi.

6. Tahapan keenam Dharana.
Dharana adalah usaha mengikatkan pikiran pada satu objek (Sang Hyang Widhi), agar ia dapat menetap dan tidak goyah.

7. Dhyana adalah tahapan ketujuh.
Dhyana adalah usaha melatih pikiran untuk tetap terpusat pada satu objek di dalam atau di luar diri sendiri dan sampai mengalirkan arus kekuatan yang tidak terpecah- pecah.

8. Samadhi adalah tahapan kedelapan (puncak yoga).
Samadhi adalah terpusatnya pikiran pada dirinya sendiri (Atman/Brahmana). Samadhi dapat dicapai oleh seseorang, apabila ia telah teguh dengan kekuatan dhyana, sehingga dapat menolak rangsangan luar dan hanya tetap pada pemusatan pikiran pada Sang Hyang Widhi. Dharana, dhyana, dan samadhi merupakan tingkatan usaha  pemusatan  pikiran  sebagai  wujud  dari  yoga  yang  sejati.  Dalam  keadaan seperti ini disebut samyana. Pertolongan-pertolongan di antara dharana, dhyana, dan samadhi merupakan tingkatan usaha pemusatan pikiran sebagai wujud dari yoga yang sejati. Pertolongan-pertolongan di antara dharana, dhyana dan samadhi disebut “antarangga”.
Demikianlah ajaran “Astāngga yoga” yang tertulis dalam kitab suci (Yoga Sutra Panjali). Ajaran yoga tetap dilandasi oleh ajaran etika. Karena seseorang yang berbudi pekerti baik dapat mencapai tingkat “samyana”.

Baca juga tentang: 

Post a Comment for "B. Hidup Bermasyarakat Berdasarkan Ajaran Niwrtti Marga"